Langsung ke konten utama

Postingan

MEHTERHANE: A MILITARY BAND OF OTTOMAN EMPIRE

Oleh: Rahmat Kemat “Mehterhane” adalah band militer ( military band ) pertama di dunia yang didirikan oleh khalifah Utsmani, Osman I, pada tahun 1299. Band militer ini berakar dari tradisi “mehter” warisan dinasti Seljuk. Menurut sejarah, Sultan Seljuk, Alaeddin Keykubad III, mengirimkan mehter kepada Osman I sebagai hadiah untuk menghormati negara (Kerajaan Utsmani) yang baru terbentuk — Alaeddin Keykubad III mengerahkan kelompok pemain drum dalam rangka memaklumatkan peresmian Pemerintahan Utsmani ( beylic ). Pada masa Utsmani, prajurit Janissary —K opassus Turki Utsmani — mengadaptasi tradisi mehter dan menginkorporasikannya ke dalam band militer (mehterhane). Band ini biasanya terdiri dari enam sampai sembilan anggota yang membawa pelbagai instrumen musik seperti drum, zurna , klarinet , triangel , piring an ( z il), kettledrums ( k รถ s dan naqqara ) di atas punggung unta . M ehterhane selalu diikutsertakan dalam setiap ekspedisi atau peperangan untuk menstimulasi sema
Postingan terbaru

PUNK-ISLAMISME DAN POLITIK IDENTITAS

Rahmat Kemat   Insiden penangkapan 65 anak punk di Banda Aceh beberapa waktu lalu telah menjadi isu seksi yang ramai diperbincangkan oleh media massa dan elektronik. Insiden tersebut telah menuai protes dari pelbagai kalangan, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan, band punk rock asal Amerika, Rancid, turut memprotes kebijakan itu melalui akun Twitter resminya. “ We hate what's going on with our punk brothers and sisters in Indonesia. Rancid's got your back! ,” tulis akun Twitter Rancid sebagaimana dikutip Okezone , Sabtu (17/12/2011). Pihak-pihak yang melontarkan protes ini pada umumnya menyatakan bahwa ‘tindakan kekerasan’ dan ‘perlakuan diskriminatif’ pemerintah Aceh terhadap anak-anak punk tersebut telah mencederai prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia (HAM). Menurut reportase beberapa media, anak-anak punk tersebut dirazia ketika menghadiri konser musik punk yang bertajuk “Aceh For The Punk, Parade Musik dan

RAMADHAN DAN RELIGIUSITAS MASYARAKAT KONSUMER

Rahmat Kemat Memasuki bulan Ramadhan, artefak-artefak budaya populer dan situs-situs budaya konsumer di Indonesia mulai dilanda demam “islamisasi”. Media cetak dan elektronik seperti koran, majalah, televisi, dan radio; program-program entertainment seperti film, sinetron, musik, dan opera sabun; pusat-pusat perbelanjaan dan makanan seperti mall, plaza dan restoran mendadak “masuk Islam”. Pada bulan ini, perkawinan antara elemen-elemen kebudayaan Barat dan simbol-simbol keislaman – yang sering kali diandaikan sebagai dua entitas yang saling bertentangan – memasuki episode “bulan madu”. Dari segi kuantitas dan intensitasnya, “peristiwa” semacam ini jarang kita jumpai di bulan-bulan lain. Fenomena ini mendemonstrasikan sebuah ritual perkawinan yang aneh dan membingungkan sehingga memaksa kita untuk bertanya, ada apa dengan Ramadhan di abad ini. Agama dan Kapitalisme Sejarah masyarakat kontemporer di era globalisasi dibentuk secara signifikan

MUSIK ARAB DALAM CAKRAWALA PERADABAN ISLAM

Rahmat Kemat Secara historis, bangsa Arab telah memiliki tradisi musik tersendiri pada masa pra-Islam . Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan bahwa teori dan praktik musik Arab baru mencapai puncak perkembangannya setelah agama Islam mengepakkan sayapnya ke seluruh wilayah territorial yang lazim disebut sebagai belahan bumi “Oriental”, bahkan sampai ke semenajung Iberia dan Andalusia. Pada abad pertama Hijriyah, musik Arab menampilkan diri dalam bentuk yang masih sederhana . Tetapi pada masa pemerintahan Umayyah di Damaskus, abad ke-2 H, perkembangan musik mengalami kemajuan. Madinah, sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam kala itu, tampil sebagai pusat kegiatan seni musik di Dunia Arab. Perkembangan yang meng agumkan itu dimungkinkan setelah orang Arab mempelajari seni musik Persia dan Yunani. Perkembangan seni musik mencapai puncaknya pada zaman Abbasiyah (650-1256 M). Ibu kota kekhalifa h an Abbasiyah , Baghdad , ketika itu tampil s

TRADISI KESENIAN ISLAM NUSANTARA: LEGASI DAN KONTEKSTUALISASI

Rahmat Kemat Dalam cakrawala kebudayaan Islam Indonesia kontemporer, kecenderungan untuk memanifestasikan kebudayaan Islam dalam lokus kehidupan kebangsaaan terpolarisasi ke dalam dua mainstream . Pertama , kecenderungan untuk memaksakan formalisasi ajaran Islam dalam seluruh manifestasi kebudayaan bangsa. Kedua , kecenderungan untuk menepis formalisasi ajaran Islam dalam seluruh manifestasi kebudayaan bangsa. Kedua kecenderungan tersebut pada gilirannya akan menorehkan implikasi yang sangat berbeda terhadap wajah kebudayaan Islam Indonesia. Di sisi lain, pemahaman terhadap kebudayaan Islam Indonesia ditandai oleh suatu fenomena yang perlu mendapat perhatian serius dari segenap kalangan. Pertama , menyusutnya memori kolektif masyarakat terhadap khazanah kebudayaaan Islam Nusantara. Kedua , merosotnya pemahaman konseptual tentang seni Islam di kalangan luas masyarakat. Ketiga , ketidakpedulian masyarakat terhadap signifikansi dan peranan seni d